Ternyata Film G 30 S/PKI Hanyalah Fiksi
Film ini diawali dengan munculnya logo PPFN (Pusat Produksi Film Negara) dan diiringi suara orkestra. Setelah logo PPFN, deretan huruf muncul yang diiringi suara mesin tik.
Setting lalu bergeser ke Lubang Buaya, lalu terdengar narasi. "Cita-cita perjuangan kami untuk menegakkan kemurnian Pancasila tidak mungkin dipatahkan hanya dengan mengubur kami dalam sumur ini."
Adegan kembali berganti dengan menampilkan suasana subuh di sebuah desa. Beberapa orang terlihat mengambil celurit yang diselipkan di bilik bambu. Orang itu lalu berlari menuju sebuah masjid dengan membawa celurit dan senjata tajam lainnya.
Saat itu, jemaah masjid kecil tersebut sedang melaksanakan salat subuh. Usai salam, sang imam lalu memimpin doa dan tiba-tiba diserang oleh gerombolan orang bersenjata tadi.
Sang imam salat langsung dianiaya. Para jemaahnya dianiaya dan sebagian memilih menyelamatkan diri saat masjid diserbu tanpa sebab yang jelas itu. Rak berisi kitab suci Alquran dirusak dalam aksi yang digambarkan terjadi pada 13 Januari di Desa Kanigoro, dekat kota Kediri tahun 1965.
Diceritakan juga bagaimana PKI merusak dan menginjak-injak kitab suci Alquran. Beberapa berita kekerasan yang dilakukan oleh PKI juga ditampilkan dalam film tersebut. PKI memang ingin digambarkan sebagai organisasi yang tidak beradab.
Begitulah adegan awal yang digambarkan dalam film G 30 S/PKI. Sejak awal dalam film tersebut memang sengaja dibuat untuk menimbulkan kebencian yang mendalam kepada PKI.
Sejak tahun 1985 film G 30 S/PKI menjadi film yang wajib diputar di semua stasiun TV tanah air setiap tanggal 30 September malam. Film propaganda versi pemerintah Orde Baru ini mengisahkan kebiadaban yang dituduhkan kepada PKI.
Film dibesutan Arifin C Noer itu juga dibintangi oleh beberapa artis terkenal kala itu. Sebut saja Ade Irawan, Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Sofia WD. Ini film pun mampu menjadi alat cuci otak yang dahsyat saat itu.
Film yang diproduksi tahun 1984 ternyata mampu menimbulkan efek yang luar biasa bagi pemirsanya. Akibat film tersebut semua otak penontonnya berpikir bahwa PKI adalah organisasi paling kejam di republik ini.
Efek film tersebut benar-benar memberikan kesan yang mendalam bagi yang pernah menontonnya. Film berdurasi 3 setengah jam itu mampu menggambarkan suasana ketegangan di tahun 1965.
Sang sutradara juga terlihat sangat piawai untuk mengarahkan para pemerannya untuk menunjukkan ketegasan, kesedihan, kemarahan, bahkan kesadisan yang digambarkan di film tersebut.
Aksi PKI menyiksa dan mengubur 7 jenderal juga membakar amarah setiap pemirsanya. PKI digambarkan sebagai organisasi 'haram' yang ingin menguasai republik ini.
Namun ketika orde baru tumbang, film ini pun mulai dipertanyakan kebenarannya. Tak sedikit sejarawan dan saksi hidup yang menyebut film G 30 S/PKI adalah film cuci otak ala orde baru.
"Film G 30 S/PKI itu adalah fiksi dan mengandung pembohongan pada masyarakat karena berangkat dari skenario sutradara Arifin C Noer. Sedangkan monumen Lubang Buaya (monumen Pancasila Saksi) juga sama karena berdasarkan hasil visum tidak ada itu yang namanya jendral disilet-silet oleh Gerwani," ujar korban 65 dan Sastrawan Lekra di masa Orde Lama Putu Oka Sukanta di kantor Kontras, Jakarta, (25/7/2012) lalu.
Sumber
0 comments:
Post a Comment