Ini Dia 3 Novelis 'Porno' Indonesia
Profesi penyair dan novelis memang memerlukan insting yang kuat agar tulisannya dapat dideskripsikan oleh para pembaca. Novel-novel tersebut membuka imajinasi pembaca agar lebih menghidupkan bacaan-bacaan novel. Bahkan, Banyak novel-novel yang berbau percintaan khas anak-anak remaja. Tak dapat dipungkiri, novel berbau seks pun turut diciptakan untuk memenuhi koleksi bacaan para penikmatnya.
Terciptanya novel berbau seksualitas memang banyak digandrungi oleh kalangan remaja. Bahkan, pada tahun 1970-an, novel ini mampu membius pasar novel Indonesia. Penulis yang kerap menciptakan roman berbalut seks adalah Motinggo Busye yang bernama asli Bustami Djalid. Motinggo merupakan nama pena Bustami yang berasal dari Bahasa Minang.
Awal karier pria yang lahir di Kupangkota, Bandar Lampung, 21 November 1937 dalam dunia tulis menulis, dimulai ketika perwira Jepang Yamashita datang ke rumahnya memberi mesin ketik. Mesin itu akhirnya menjadi sahabat Motinggo untuk mencurahkan ide-idenya. Selain itu, persentuhannya dengan buku-buku sastra Balai Pustaka, telah menumbuhkan minatnya untuk terjun di dunia sastra.
Drama yang ditulisnya pun, Malam Jahanam (1958), mendapat hadiah pertama sayembara penulisan drama bagian kesenian departemen P & K tahun 1958 dan cerpennya berjudul Nasehat buat Anakku, mendapat hadiah majalah Sastra tahun 1962. Karya-karyanya banyak diterjemahkan ke bahasa asing, antara lain Bahasa Ceko, Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Korea, Jepang, dan Mandarin. Sebagai penyair, karya-karyanya masuk dalam antologi penyair Asia (1986) dan antologi penyair dunia (1990). Sepanjang hidupnya Motinggo telah menulis lebih dari 200 karya yang sampai saat ini masih tersimpan di Perpustakaan Kongres di Washington, Amerika Serikat.
Selain terlibat dalam dunia sastra dan drama, Motinggo juga menyukai melukis. Pada tahun 1954, sebuah pameran lukisan di Padang pernah menampilkan 15 lukisan karya Motinggo. Inilah novel-novel karya Motinggo Busye antara lain Malam Jahanam (novel, 1962), Tidak Menyerah (novel, 1963), Hari Ini Tak Ada Cinta (novel, 1963) Perempuan Itu Bernama Barabah (novel, 1963) Dosa Kita Semua (novel, 1963), Tiada Belas Kasihan (novel, 1963).
Namun, tidak hanya Motinggo Busye yang suka menciptakan novel berbau seksualitas, novelis Fredy Siswanto atau yang akrab disebut Fredy S juga berhasil membius masyarakat dengan karya-karya novel-novel percintaannya. Fredy S merupakan seorang novelis kondang di era tahun 1980-an. Namanya lebih populer di kalangan penggemar roman percintaan yang biasa berlalu lalang di terminal bus, stasiun kereta api maupun lapak bacaan pinggir jalan bukan perpustakaan megah seperti novel-novel Motinggo Busye.
Nama Fredy S sering dicibirkan sebagai penulis novel roman picisan karena novel-novelnya yang selalu bercerita tentang cinta. Gaya penulisannya seringkali berubah-ubah gayanya. Sesekali ia mengikuti gaya cerita Ashadi Siregar, penulis ngetop dan tenar waktu itu. Namun, banyak yang menilai, Fredy S justru berhasil memotret kehidupan nyata dari kalangan sosial kelas bawah di masa itu. Cerita yang beralur sederhana, terasa sangat membumi dan bercerita apa adanya.
Produktivitas seorang penulis bernama Fredy S ini sangatlah produktif. Karyanya yang berjumlah lebih dari 300 judul merupakan satu bukti bahwa Fredy S adalah novel handal pada zamannya. Bahkan, peredaran novel-novel Fredy S mampu menembus negara Malaysia dan Brunei. Tak tanggung-tanggung, penerbit di Malaysia telah meminta hak edar di negeri itu untuk 100 judul karyanya dengan hak royalti sebesar Rp 1.5 juta per judulnya.
Salah satu novel Fredy S yang berjudul "Tante Marissa", bercerita mengenai hubungan percintaan tante dengan seorang pemuda impiannya yang digambarkan hubungan tersebut berjalan dengan "panas". Adalagi novelnya yang berjudul "Senyummu Adalah Tangisku" yang pernah diangkat ke layar lebar dengan pemeran Rano Karno dan Anita Carolina.
Lalu, novelis lainnya yang sering menciptakan novel-novel berbau seksualitas adalah Abdullah Harahap. Namun, ia lebih dikenal penulis novel horor misteri di Indonesia. Abdullah Harahap lahir di Sipirok, Tapanuli Selatan pada 17 Juli 1943.
Abdullah Harahap mengawali karier semenjak masih duduk di bangku SMU di kota Medan tahun 1960 dengan menulis sejumlah cerita pendek serta puisi yang dimuat oleh media cetak setempat. Tahun 1963, ia pindah ke Bandung untuk melanjutkan studi di IKIP sambil meneruskan aktivitas menulis cerpen yang sempat membanjiri sejumlah media cetak baik yang terbit di Bandung, Yogya, Surabaya, Medan, dan paling terutama Jakarta.
Di tengah perjalanan kuliahnya, Abdullah Harahap menekuni profesi sebagai jurnalis di SK Mingguan GAYA dan GALA, lalu kemudian menjadi perwakilan tetap untuk wilayah Jawa Barat dari Majalah Selecta Grup. Perjalanan karier sebagai wartawan yang ditekuni AH selama seperempat abad lebih (1965-1995) menambah luas wawasan serta pengetahuannya sebagai penulis novel. Karena sebagai wartawan, ia bukan hanya sekedar meliput berita sesuai tanggung jawab diembannya, akan tetapi juga memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk melakukan riset ke tempat-tempat tertentu yang dia inginkan untuk bahan novelnya.
Riset yang dilakukan oleh Abdullah Harahap ini menjadi sebuah keunggulan kengerian yang diciptakan di novel-novel horornya. Jadi horornya tidak melulu hantu penasaran yang sembarangan membunuh orang-orang. Ada latar belakang budaya, dendam kesumat, bahkan seringnya seks sebagai latar belakang kemunculan iblis-iblis yang menebar teror.
Hasil karya Abdullah Harahap antara lain Misteri Perawan Kubur, Misteri Sebuah Peti Mati 1, Misteri Sebuah Peti Mati 2, Misteri Lemari Antik, Manusia Serigala, Manekin, Penunggu Jenazah, Misteri Kalung Setan.
Terciptanya novel berbau seksualitas memang banyak digandrungi oleh kalangan remaja. Bahkan, pada tahun 1970-an, novel ini mampu membius pasar novel Indonesia. Penulis yang kerap menciptakan roman berbalut seks adalah Motinggo Busye yang bernama asli Bustami Djalid. Motinggo merupakan nama pena Bustami yang berasal dari Bahasa Minang.
Awal karier pria yang lahir di Kupangkota, Bandar Lampung, 21 November 1937 dalam dunia tulis menulis, dimulai ketika perwira Jepang Yamashita datang ke rumahnya memberi mesin ketik. Mesin itu akhirnya menjadi sahabat Motinggo untuk mencurahkan ide-idenya. Selain itu, persentuhannya dengan buku-buku sastra Balai Pustaka, telah menumbuhkan minatnya untuk terjun di dunia sastra.
Drama yang ditulisnya pun, Malam Jahanam (1958), mendapat hadiah pertama sayembara penulisan drama bagian kesenian departemen P & K tahun 1958 dan cerpennya berjudul Nasehat buat Anakku, mendapat hadiah majalah Sastra tahun 1962. Karya-karyanya banyak diterjemahkan ke bahasa asing, antara lain Bahasa Ceko, Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Korea, Jepang, dan Mandarin. Sebagai penyair, karya-karyanya masuk dalam antologi penyair Asia (1986) dan antologi penyair dunia (1990). Sepanjang hidupnya Motinggo telah menulis lebih dari 200 karya yang sampai saat ini masih tersimpan di Perpustakaan Kongres di Washington, Amerika Serikat.
Selain terlibat dalam dunia sastra dan drama, Motinggo juga menyukai melukis. Pada tahun 1954, sebuah pameran lukisan di Padang pernah menampilkan 15 lukisan karya Motinggo. Inilah novel-novel karya Motinggo Busye antara lain Malam Jahanam (novel, 1962), Tidak Menyerah (novel, 1963), Hari Ini Tak Ada Cinta (novel, 1963) Perempuan Itu Bernama Barabah (novel, 1963) Dosa Kita Semua (novel, 1963), Tiada Belas Kasihan (novel, 1963).
Namun, tidak hanya Motinggo Busye yang suka menciptakan novel berbau seksualitas, novelis Fredy Siswanto atau yang akrab disebut Fredy S juga berhasil membius masyarakat dengan karya-karya novel-novel percintaannya. Fredy S merupakan seorang novelis kondang di era tahun 1980-an. Namanya lebih populer di kalangan penggemar roman percintaan yang biasa berlalu lalang di terminal bus, stasiun kereta api maupun lapak bacaan pinggir jalan bukan perpustakaan megah seperti novel-novel Motinggo Busye.
Nama Fredy S sering dicibirkan sebagai penulis novel roman picisan karena novel-novelnya yang selalu bercerita tentang cinta. Gaya penulisannya seringkali berubah-ubah gayanya. Sesekali ia mengikuti gaya cerita Ashadi Siregar, penulis ngetop dan tenar waktu itu. Namun, banyak yang menilai, Fredy S justru berhasil memotret kehidupan nyata dari kalangan sosial kelas bawah di masa itu. Cerita yang beralur sederhana, terasa sangat membumi dan bercerita apa adanya.
Produktivitas seorang penulis bernama Fredy S ini sangatlah produktif. Karyanya yang berjumlah lebih dari 300 judul merupakan satu bukti bahwa Fredy S adalah novel handal pada zamannya. Bahkan, peredaran novel-novel Fredy S mampu menembus negara Malaysia dan Brunei. Tak tanggung-tanggung, penerbit di Malaysia telah meminta hak edar di negeri itu untuk 100 judul karyanya dengan hak royalti sebesar Rp 1.5 juta per judulnya.
Salah satu novel Fredy S yang berjudul "Tante Marissa", bercerita mengenai hubungan percintaan tante dengan seorang pemuda impiannya yang digambarkan hubungan tersebut berjalan dengan "panas". Adalagi novelnya yang berjudul "Senyummu Adalah Tangisku" yang pernah diangkat ke layar lebar dengan pemeran Rano Karno dan Anita Carolina.
Lalu, novelis lainnya yang sering menciptakan novel-novel berbau seksualitas adalah Abdullah Harahap. Namun, ia lebih dikenal penulis novel horor misteri di Indonesia. Abdullah Harahap lahir di Sipirok, Tapanuli Selatan pada 17 Juli 1943.
Abdullah Harahap mengawali karier semenjak masih duduk di bangku SMU di kota Medan tahun 1960 dengan menulis sejumlah cerita pendek serta puisi yang dimuat oleh media cetak setempat. Tahun 1963, ia pindah ke Bandung untuk melanjutkan studi di IKIP sambil meneruskan aktivitas menulis cerpen yang sempat membanjiri sejumlah media cetak baik yang terbit di Bandung, Yogya, Surabaya, Medan, dan paling terutama Jakarta.
Di tengah perjalanan kuliahnya, Abdullah Harahap menekuni profesi sebagai jurnalis di SK Mingguan GAYA dan GALA, lalu kemudian menjadi perwakilan tetap untuk wilayah Jawa Barat dari Majalah Selecta Grup. Perjalanan karier sebagai wartawan yang ditekuni AH selama seperempat abad lebih (1965-1995) menambah luas wawasan serta pengetahuannya sebagai penulis novel. Karena sebagai wartawan, ia bukan hanya sekedar meliput berita sesuai tanggung jawab diembannya, akan tetapi juga memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk melakukan riset ke tempat-tempat tertentu yang dia inginkan untuk bahan novelnya.
Riset yang dilakukan oleh Abdullah Harahap ini menjadi sebuah keunggulan kengerian yang diciptakan di novel-novel horornya. Jadi horornya tidak melulu hantu penasaran yang sembarangan membunuh orang-orang. Ada latar belakang budaya, dendam kesumat, bahkan seringnya seks sebagai latar belakang kemunculan iblis-iblis yang menebar teror.
Hasil karya Abdullah Harahap antara lain Misteri Perawan Kubur, Misteri Sebuah Peti Mati 1, Misteri Sebuah Peti Mati 2, Misteri Lemari Antik, Manusia Serigala, Manekin, Penunggu Jenazah, Misteri Kalung Setan.
Sumber
0 comments:
Post a Comment